Hidup dari Menulis? Bisa!
Dari hasil menulis, Muhammad Fauzil Adhim dan Pipiet
Senja mampu meraih pendapatan puluhan juta rupiah per
bulan.
Banyak orang bilang, tak mungkin hidup dari menulis.
Namun hal itu dibantah oleh Muhammad Fauzil Adhim dan
Pipiet Senja. ''Siapa bilang tak bisa hidup dari
menulis? Bisa kok! Saya sudah membuktikannya,'' kata
Muhammad Fauzil Adhim. Hal senada ditegaskan oleh
Pipiet Senja. ''Saya bertahun-tahun hidup hanya dari
menulis. Hidup dari menulis? Bisa!'' tandas Pipiet
Senja.
Keduanya mengungkapkan hal tersebut pada acara
Pelatihan Sastra dan Jurnalistik yang diadakan oleh
Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir
bekerja sama dengan Kedubes RI Mesir dan Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Orsat Cairo di
Cairo, Mesir, awal Juli 2005. Pelatihan yang diikuti
sekitar 300 mahasiswa Indonesia di Mesir itu juga
menampilkan pembicara Gola Gong (seorang cerpenis,
novelis, penyair, penulis skrip, dan wartawan), dan
Irwan Kelana (cerpenis, novelis, dan wartawan harian
umum Republika Jakarta).
Fauzil Adhim menyebutkan pendapatannya dari honorarium
buku-bukunya mencapai puluhan juta rupiah per bulan.
''Royalti yang saya terima dari satu buku saja, yakni
Kupinang Engkau dengan Hamdalah, mencapai antara Rp 15
juta sampai Rp 25 juta per bulan. Belum lagi dari
buku-buku yang lain,'' papar penulis spesialis
buku-buku pernikahan itu.
Kupinang Engkau dengan Hamdalah merupakan karya Fauzil
Adhim yang paling fenomenal dan paling banyak dicari
orang. Buku tersebut telah terjual lebih 100.000 kopi.
Di luar itu, Fauzil juga menghasilkan buku-buku lain
yang juga menjadi best seller, seperti Mencapai
Pernikahan Barakah (juga sudah menembus angka 100.000
kopi), Kado Pernikahan untuk Istriku, Indahnya
Pernikahan Dini, dan Membuat Anak Gila Membaca.
Total buku yang telah ditulisnya mencapai 23 judul,
dan hampir seluruhnya menjadi buku laris. ''Sejak
tahun 2004, saya berhenti dari pekerjaan saya sebagai
dosen di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta,
dan hidup sepenuhnya dari menulis,'' tutur penulis
yang dikenal dengan tulisannya yang inspiratif dan
menggugah, serta pilihan katanya yang menyentuh.
Penulis yang mulai serius menulis sejak tahun 1994 itu
tak hanya piawai menulis dan memilih judul yang puitis
dan menggoda, namun juga mengemas bukunya dengan
tampilan yang sangat menarik. Ia ikut terlibat
merumuskan cover depan dan belakang, maupun lay out
bukunya. Termasuk di dalamnya memilih jenis huruf,
besar huruf, dan menyisipkan kutipan yang mencuri
perhatian pembaca. ''Menulis adalah sebuah pekerjaan.
Memasarkannya adalah pekerjaan yang lain. Sebagus apa
pun isi buku tersebut, kalau kemasannya tidak menarik,
belum tentu dibeli orang. Tampilan buku merupakan
etalase yang dapat menarik mata orang untuk melihat
dan kemudian membeli buku tersebut,'' papar penulis
kelahiran Mojokerto, 29 Desember 1972.
Dari hasil menulis, Fauzil mampu membeli rumah dan
tanah yang luas di Yogyakarta. Padahal ia mengawali
kehidupan rumah tangganya bersama Mariana Anas di
sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana, bocor di
sana-sini, dan berbekal tikar bekas pemberian seorang
kawan. ''Buku-buku saya telah membawa saya keliling
Indonesia, bahkan hingga ke manca negara,'' ujar
Fauzil Adhim.
Pipiet Senja, salah seorang penulis wanita senior,
juga membuktikan bahwa hidup dari menulis merupakan
hal yang mungkin. ''Saya memperoleh royalti sekitar Rp
30 juta per tiga bulan. Serendah-rendahnya Rp 5 juta
sebulan. Belum termasuk pendapatan dari seminar dan
pelatihan menulis di berbagai kota, maupun menjadi
editor tamu di sejumlah penerbitan,'' kata penulis
yang telah menghasilkan lebih 100 buku novel dan
kumpulan cerpen itu. Wanita penderita thalassemia
(cacat darah bawaan) itu setiap hari pekerjaannya
hanya menulis. Bahkan saat diundang ke luar kota
maupun luar negeri, ia selalu menyempatkan diri untuk
menulis.
Dulu ia menulis dengan menggunakan mesin tik. Kini,
dari hasil menulis, ia mampu membeli note book mungil
dan kamera digital yang selalu menemaninya ke mana pun
ia pergi. ''Saya bisa membuat sebuah cerpen dalam
waktu dua-tiga jam. Bahkan saya pernah menyelesaikan
lima cerpen dalam semalam. Kalau lagi dikejar target,
saya bisa beberapa hari mengurung diri di 'sangkar'
saya untuk merampungkan novel maupun cerpen,'' tutur
Pipiet Senja.
Resources :
0 Comments:
Post a Comment
<< Home